Fungsi Legislatif Nasional
Published on Kamis, 23 Mei 2013
09.21 //
Pustaka
Jika kita berbicara bagaimana fungsi
legislatif nasional, tentu tidak lepas berbicara bagaimana fungsi legislatif dalam Sistem
Politik Indonesia. Seperti Anda ketahui ditahun 1748 filsuf Perancis Montesquieu
mengembangkan pemikiran John Locke dalam bukunya L’Esprit des Lois (The Spirit of The
Laws). Karena ketika itu melihat sifat raja-raja atau kepala negara yang otoriter, lalu Ia
berkeinginan segera menyusun suatu sistem pemerintahan yang dapat berkemampuan menjamin
hak-hak warga negaranya. Pada akhirnya pada waktu itu Montesquieu membagi tiga cabang
kekuasaan; legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Menurutnya ketiga jenis kekuasaan itu mutlak harus terpisah antara
satu dengan yang lain. Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan membuat UU, kekuasaan
eksekutif meliputi penyelenggaraan atau pelaksana dari UU, sedangkan kekuasaan yudikatif
adalah kekuasaan untuk mengadili atas pelanggaran UU.
Susunan badan eksekutif pada sistem pemerintahan parlementer berbeda
dengan yang ada di negara yang menganut sistem pemerintahan Presidensial. Demikian juga
dalam hal presidensial hubungannya dengan badan legislatif, tetapi di Indonesia dalam UUD
1945 tidak mengikuti teori Montesquieu seutuhnya. Artinya bukan pemisahan kekuasaan
tetapi pembagian kekuasaan.
Penetapan secara tegas mengenai fungsi dan peran dari masing-masing badan
dan untuk menjaga agar tidak terjadi penyelewengan oleh salah satu badan, maka ditentukan
suatu sistem Checks and Balances (pengawasan dan keseimbangan) yang mengatur agar
suatu organ dapat mengawasi dan mengimbangi yang lain. Pemikiran Montesquieu ini sudah
sedikit banyak dimodifikasi, dan orang cenderung menamakan sistem tersebut dengan sebutan “pembagian
kekuasaan”
Badan yudikatif terutama Mahkamah Agung (MA) dapat menjalankan tugasnya
dengan bebas, hakim Agung dapat terus bertugas sampai mereka mengundurkan diri secara suka
rela, selama berkelakuan baik mereka tidak dapat diberhentikan. Tetapi bagi calon hakim
agung ditunjuk oleh Presiden dan selain dari itu harus dapat persetujuan dari badan
legislatif (senat).
Selain itu MA mempunyai Yudicial Review. Melalui hak ini MA dapat
menguji apakah sesuatu UU sesuai dengan UUD atau tidak; dan dengan demikian dapat menolak
pelaksanaan UU yang dianggap tidak sesuai dengan UUD. Dari ketentuan tersebut mencerminkan
konsep checks and balances antara ketiga organ kekuasaan.
Sementara di Indonesia jelas bahwa UUD menyebut adanya “pembagian
kekuasaan”. Dalam arti, ketiga lembaga kekuasaan tetap memiliki fungsi dan peranan
masing-masing, tetapi tetap melakukan hubungan kerjasama guna terlaksananya
organisasi-organisasi pemerintahan
Partai politik
Jika kita berbicara badan legislatif maka tidak dilupakan pembahasan mengenai partai politik. Makna dari partai politik adalah menunjuk suatu organisasi yang terdiri dari kelompok orang-orang yang memiliki nilai-nilai dan tujuan yang sama yaitu membuat atau mempertahankan kekuasaan politik.
Jika kita berbicara badan legislatif maka tidak dilupakan pembahasan mengenai partai politik. Makna dari partai politik adalah menunjuk suatu organisasi yang terdiri dari kelompok orang-orang yang memiliki nilai-nilai dan tujuan yang sama yaitu membuat atau mempertahankan kekuasaan politik.
Menurut R.H Soltau: Partai politik adalah sekelompok warga negara
yang sedikit banyak terorganisasi yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan
memanfaatkan kekuasaan untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan
melaksanakan kebijaksanaan umum mereka. Lain halnya pendapat Sigmund Neumann :
Partai politik adalah organisasi dari aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk
menguasai pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu
golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda. Dari pendapat
tersebut dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa pada intinya politik adalah sebagai
organisasi kemasyarakatan yang mempunyai ciri khas yaitu untuk merebut dan mempertahankan
kekuasaan politik.
Kalau kita simak secara seksama bahwa partai politik itu adalah salah satu
sub sistem yang menjadi pembentuk adanya lembaga legislatif yang dominan. Dilihat dari
fungsi dan perannya terdapat kesamaan antara fungsi pengawasan (kontrol) terhadap lembaga
eksekutif. Selain itu, di negara kita yang menjadi anggota badan legislatif adalah melalui
proses pemilihan umum dimana rekrutmen anggotanya diambil dari partai-partai politik.
Perkembangan kedaulatan ada ditangan rakyat, maka DPR menjadi badan yang
berhak menyelenggarakan kedaulatan dengan jalan menentukan kebijakan umum yang dituangkan
kedalam UU.
Dilihat dari segi konseptualnya, perwakilan (representation)
adalah konsep seorang atau kelompok mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara dan
bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Terdapat dua macam sistem perwakilan
yang kita kenal, yaitu:
1. Perwakilan politik (political representation),
yaitu perwakilan yang didasarkan pada sistem kepartaian. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dipilih dalam pemilihan umum melalui partai politik
2. Perwakilan fungsional (fungsional or
occupational representation), yaitu perwakilan yang didasarkan pada golongan
fungsional.
Untuk lebih memantapkan pemahaman materi partai politik
tersebut di atas, bagaimana kondisi Sistem Politik di Indonesia, Anda dapat mengakses ke
Internet, terutama pada alamat Web berikut:
http://partai-pib.or.id/kampanye/kam13.jpg, yang
antara lain menayangkan gambar berikut.
|
Gambar di atas menggambarkan salah satu partai dan sejumlah partisipannya melaksanakan yel-yel kampanye terlihat dengan segala atribut mereka dari mulai bendera, kaos, topi dan berbagai atribut lainnya, dengan gambar partai yang menjadi simpatisan dan paham mereka. |
Berikut
menunjukkan salah satu gambar atau foto mereka-mereka yang akan duduk di dewan perwakilan
di DKI Jakarta pada pemilu tahun 2004.
htttp://www.seasite.niu.edu/indonesian_Election/Foto Kampanye/kampanye9-k… |
Gambar ini adalah sosialisasi yang dilakukan oleh lembaga KPU (Komisi Pemilihan Umum) Propinsi DKI Jakarta. |
Kondisi politik diera reformasi jika dibanding dengan masa orde baru
menunjukkan perbedaan yang cukup mendasar. Titik lemah pemerintahan orde baru antara lain
terletak pada sifat tidak demokratis, meskipun dijalankan dengan cara-cara yang secara
formal melalui prosedur konstitusional. Partai-partai politik yang sebenarnya sebagai
pilar-pilar penyangga demokrasi ternyata tidak mempunyai kekuatan yang berarti.
Keberadaan partai politik dalam sistem politik Orde Baru lebih sebagai
lembaga “pelengkap” demokrasi. Posisi lemah partai-partai politik tersebut
semakin mapan setelah terbukti dalam enam kali pemilihan umum tidak pernah
memperoleh suara yang berarti. Golkar sebagai “partai” pemerintah yang
senantiasa menang mutlak dalam setiap pemilihan umum semakin mengokohkan legitimasi
pemerintahan Orde Baru. Kemenangan mutlak Golkar dalam pemilihan umum seakan mengantarkan
“partai” tersebut menjadi kekuatan “mayoritas tunggal” (single
mayority) di DPR maupun di MPR.
Segala kemauan politik (political will) pemerintah Orde Baru akan
berjalan dengan mulus di lembaga perwakilan rakyat untuk memperoleh legitimasi
formal, mengingat kursi “lembaga demokrasi” itu banyak diduduki oleh orang-orang
pemerintah. Sebagai reaksi atas sistem politik yang tidak demokratis tersebut, maka
tuntutan yang sangat menonjol antara lain adalah reformasi politik yang menuju kearah
sistem politik yang demokratis atau dengan kata lain adalah demokratisasi. Ekspresi dari
tuntutan reformasi tersebut antara lain adalah tuntutan kebebasan berpolitik yang ditandai
munculnya partai-partai politik baru, tentang keinginan akan terbentuknya masyarakat
madani (civil society) dan sebagainya.
Selanjutnya untuk memantapkan pemahaman Anda, maka Anda diminta mendiskusikan dalam latihan berikut. Bagaimana kondisi sistem politik pada masa Orde Lama dan masa Orde Baru dan bagaimana kondisi di era reformasi ? Jelaskan!
Selanjutnya bandingkan penjelasan hasil diskusi Anda dengan penjelasan berikut.
Perspektif Nasional
Bentuk dari kedaulatan rakyat juga disebut General Will atau kehendak/kemauan umum. Dewan Perwakilan Rakyat yang merumuskan kemauan rakyat dalam istilah lazim disebut sebagai perwujudan kehendak rakyat. Hasil rumusan kehendak rakyat tersebut dituangkan dalam kebijaksanaan umum (public policy) yang menuntut untuk dipatuhi oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, dasar kedaulatan ada ditangan rakyat sehingga badan eksekutif hanya merupakan penyelenggara dari kebijaksanaan umum tersebut. Pada negara-negara demokratis, Dewan Perwakilan Rakyat disusun sedemikian rupa sehingga ia mewakili mayoritas dari rakyat, dan pemerintah “bertanggung jawab” atas hendaknya rakyat. Hal ini dapat diartikan secara meluas, yaitu pemerintahan dalam kurun waktu tertentu ataupun dalam waktu-waktu tertentu dapat diminta untuk dapat memberi penjelasan mengenai tindakan-tindakannya.
Bentuk dari kedaulatan rakyat juga disebut General Will atau kehendak/kemauan umum. Dewan Perwakilan Rakyat yang merumuskan kemauan rakyat dalam istilah lazim disebut sebagai perwujudan kehendak rakyat. Hasil rumusan kehendak rakyat tersebut dituangkan dalam kebijaksanaan umum (public policy) yang menuntut untuk dipatuhi oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, dasar kedaulatan ada ditangan rakyat sehingga badan eksekutif hanya merupakan penyelenggara dari kebijaksanaan umum tersebut. Pada negara-negara demokratis, Dewan Perwakilan Rakyat disusun sedemikian rupa sehingga ia mewakili mayoritas dari rakyat, dan pemerintah “bertanggung jawab” atas hendaknya rakyat. Hal ini dapat diartikan secara meluas, yaitu pemerintahan dalam kurun waktu tertentu ataupun dalam waktu-waktu tertentu dapat diminta untuk dapat memberi penjelasan mengenai tindakan-tindakannya.
Di negara modern, pada umumnya anggota legislatif dipilih dalam pemilihan
umum dan berdasarkan sistem kepartaian. Perwakilan semacam ini bersifat politis.
Representation atau perwakilan memiliki pengertian bahwa seseorang atau suatu kelompok
mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara dan bertindak atas nama suatu kelompok
yang lebih besar. Anggota dewan perwakilan rakyat pada umumnya mewakili rakyat melalui
partai-partai politik, hal ini dinamakan perwakilan yang bersifat publik (Political
Representation).
Menurut pendapat Miriam Budiardjo (1993; 182) fungsi legislatif yang
paling penting adalah:
1. Menentukan policy (kebijakan) dan membuat
undang-undang. Untuk itu Dewan Perwakilan Rakyat diberi hak inisiatif, hak untuk
mengadakan amandemen terhadap rancangan undang-undang yang disusun oleh pemerintah, dan
hak budget.
2. Mengontrol badan Eksekutif dalam
arti menjaga supaya semua tindakan badan eksekutif sesuai dengan
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ditetapkan. Untuk menyelenggarakan tugas ini, badan
perwakilan rakyat diberi hak-hak kontrol khusus.
Fungsi lain badan legislatif di antaranya bertugas untuk mensyahkan ratify
perjanjian-perjanjian Internasional yang dibuat oleh badan eksekutif. Untuk membahas
rancangan undang-undang sering dibentuk panitia-panitia yang berwenang untuk memanggil
menteri atau anggota kabinet yang lainnya untuk diminta keterangan seperlunya. Biasanya
sidang-sidang panitia legislatif diadakan secara tertutup. Akan tetapi saat ini telah
mengalami beberapa pergeseran dimana titik berat tugas badan legislatif sangat sedikit
jumlahnya dan jarang menyangkut kepentingan umum. Hal demikian tidak mengherankan karena
pihak eksekutif dalam negara-negara yang sedang berkembang lebih berorientasi pada
pemikiran bidang ekonomi.
Berkenaan dengan fungsi legislatif sebagai pengontrol terhadap jalannya
tugas-tugas eksekutif, terdapat hak-hak khusus seperti hak bertanya/mengajukan pertanyaan
pada eksekutif, hak interpelasi yaitu hak untuk meminta keterangan dari pihak pemerintah
mengenai kebijakan-kebijakan di suatu bidang; hak angket yaitu hak untuk mengadakan
penyelidikan sendiri; mosi atau dikenal dengan istilah mosi tidak percaya yang merupakan
salah satu hak dari pihak legislatif untuk memberikan sikap ketidakpercayaan terhadap
eksekutif dalam menjalankan roda pemerintahannya.
Dalam bidang pendidikan politik, pihak legislatifpun memiliki peranan yang
sangat strategis. Badan legislatif sebagai forum kerjasama antara golongan-golongan serta
partai-partai dengan pemerintah, dimana beraneka ragam pendapat beradu dimuka umum. Secara
umum anggota badan legislatif memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk membawa suara
kuat, mengajukan perasaan-perasaan dan pandangan-pandangan yang berkembang secara dinamis
dalam masyarakat ramai.
Sedangkan dalam hal pembuatan Undang-Undang badan legislatif, dalam proses
dan mekanismenya menurut Pasal 5 ayat (1) UUD 1945, adalah sebagai berikut;
Rancangan Undang-Undang pada tingkat DPR biasanya dilaksanakan
melalui empat tahap, yaitu
1. Tahap pertama, yaitu mendengarkan keterangan
pemerintah dalam rapat paripurna tentang RUU yang disampaikan oleh pemerintah.
2. Tahap kedua, yaitu pemandangan umum para
anggota DPR yang membawa- kan suara fraksinya tentang RUU dan keterangan akan penjelasan
pemerintah dan jawaban pemerintah atas pemandangan umum para anggota yang disampaikan
dalam rapat paripurna.
3. Tahap ketiga, yaitu pembahasan dalam rapat-rapat
komisi, rapat gabungan komisi, atau rapat panitia khusus yang dilakukan bersama-sama
dengan pemerintah.
4. Tahap keempat, yaitu pengambilan keputusan dalam
rapat paripurna.
Assalamu Alaikum. Bone Selatan perlu pemimpin Muda
BalasHapus