Fungsi Partai
Published on Kamis, 23 Mei 2013
09.14 //
Pustaka
Pada
umumnya, para ilmuwan politik biasa menggambarkan adanya 4 (empat)
fungsi partai politik. Keempat fungsi partai politik itu menurut Miriam
Budiardjo, meliputi sarana: (i) sarana komunikasi politik, (ii) sosialisasi politik (political socialization), (iii) sarana rekruitmen politik (political recruitment), dan (iv) pengatur konflik (conflict management). Dalam
istilah Yves Meny dan Andrew Knap fungsi partai politik itu mencakup
fungsi (i) mobilisasi dan integrasi, (ii) sarana pembentukan pengaruh
terhadap perilaku memilih (voting patterns); (iii) sarana rekruitmen politik; dan (iv) sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan;
Keempat
fungsi tersebut sama-sama terkait satu dengan yang lainnya. Sebagai
sarana komunikasi politik, partai berperan sangat penting dalam upaya
mengartikulasikan kepentingan (interests articulation) atau “political interests”
yang terdapat atau kadang-kadang yang tersembunyi dalam masyarakat.
Berbagai kepentingan itu diserap sebaik-baiknya oleh partai politik
menjadi ide-ide, visi dan kebijakan-kebijakan partai politik yang
bersangkutan. Setelah itu, ide-ide dan kebijakan atau aspirasi kebijakan
itu diadvokasikan sehingga dapat diharapkan mempengaruhi atau bahkan
menjadi materi kebijakan kenegaraan yang resmi.
Terkait dengan komunikasi politik itu, partai politik juga berperan penting dalam melakukan sosialisasi politik (political socialization). Ide, visi dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik dimasyarakatkan kepada konstituen untuk mendapatkan ‘feedback’ berupa
dukungan dari masyarakat luas. Terkait dengan sosialisasi politik ini,
partai juga berperan sangat penting dalam rangka pendidikan politik.
Partai lah yang menjadi struktur-antara atau ‘intermediate structure’ yang harus memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara.
Misalnya,
dalam rangka keperluan memasyarakatkan kesadaran negara berkonstitusi,
partai dapat memainkan peran yang penting. Tentu, pentingnya peran
partai politik dalam hal ini, tidak boleh diartikan bahwa hanya partai
politik saja yang mempunyai tanggungjawab eksklusif untuk
memasyarakatkan UUD. Semua kalangan, dan bahkan para pemimpin politik
yang duduk di dalam jabatan-jabatan publik, khususnya pimpinan
pemerintahan eksekutif mempunyai tanggungjawab yang sama untuk itu. Yang
hendak ditekankan disini adalah bahwa peranan partai politik dalam
rangka pendidikan politik dan sosialisasi politik itu sangat lah
Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen politik (political recruitment).
Partai dibentuk memang dimaksudkan untuk menjadi kendaraan yang sah
untuk menyeleksi kader-kader pemimpin negara pada jenjang-jenjang dan
posisi-posisi tertentu. Kader-kader itu ada yang dipilih secara langsung
oleh rakyat, ada pula yang dipilih melalui cara yang tidak langsung,
seperti oleh Dewan Perwakilan Rakyat, ataupun melalui cara-cara yang
tidak langsung lainnya.
Tentu
tidak semua jabatan yang dapat diisi oleh peranan partai politik
sebagai sarana rekruitmen politik. Jabatan-jabatan profesional di
bidang-bidang kepegawai-negerian, dan lain-lain yang tidak bersifat
politik (poticial appointment),
tidak boleh melibatkan peran partai politik. Partai hanya boleh
terlibat dalam pengisian jabatan-jabatan yang bersifat politik dan
karena itu memerlukan pengangkatan pejabatnya melalui prosedur politik
pula (political appointment).
Untuk
menghindarkan terjadinya percampuradukan, perlu dimengerti benar
perbedaan antara jabatan-jabatan yang bersifat politik itu dengan
jabatan-jabatan yang bersifat teknis-administratif dan profesional. Di
lingkungan kementerian, hanya ada 1 jabatan saja yang bersifat politik,
yaitu Menteri. Sedangkan para pembantu Menteri di lingkungan instansi
yang dipimpinnya adalah pegawai negeri sipil yang tunduk kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang kepegawaian.
Jabatan
dibedakan antara jabatan negara dan jabatan pegawai negeri. Yang
menduduki jabatan negara disebut sebagai pejabat negara. Seharusnya,
supaya sederhana, yang menduduki jabatan pegawai negeri disebut pejabat
negeri. Dalam jabatan negeri atau jabatan pegawai negeri, khususnya
pegawai negeri sipil, dikenal adanya dua jenis jabatan, yaitu jabatan
struktural dan jabatan fungsional.
Jenjang
jabatan itu masing-masing telah ditentukan dengan sangat jelas
hirarkinya dalam rangka penjenjangan karir. Misalnya, jenjang jabatan
struktural tersusun dalam mulai dari eselon 5, 4, 3, 2, sampai ke eselon
1. Untuk jabatan fungsional, jenjang jabatannya ditentukan berdasarkan
sifat pekerjaan di masing-masing unit kerja. Misalnya, untuk dosen di
perguruan tinggi yang paling tinggi adalah guru besar. Jenjang di
bawahnya adalah guru besar madya, lektor kepala, lektor kepala madya,
lektor, lektor madya, lektor muda, dan asisten ahli, asisten ahli madya,
asisten. Di bidang-bidang lain, baik jenjang maupun nomenklatur yang
dipakai berbeda-beda tergantung bidang pekerjaannya.
Untuk
pengisian jabatan atau rekruitmen pejabat negara/kenegaraan, baik
langsung ataupun tidak langsung, partai politik dapat berperan. Dalam
hal ini lah, fungsi partai politik dalam rangka rekruitmen politik (political recruitment)
dianggap penting. Sedangkan untuk pengisian jabatan negeri seperti
tersebut di atas, partai sudah seharusnya dilarang untuk terlibat dan
melibatkan diri.
Fungsi keempat adalah pengatur dan pengelola konflik yang terjadi dalam masyarakat (conflict management). Seperti sudah disebut di atas, nilai-nilai (values) dan kepentingan-kepentingan (interests)
yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat sangat beraneka ragam, rumit,
dan cenderung saling bersaing dan bertabrakan satu sama lain. Jika
partai politiknya banyak, berbagai kepentingan yang beraneka ragam itu
dapat disalurkan melalui polarisasi partai-partai politik yang
menawarkan ideologi, program, dan altrernatif kebijakan yang
berbeda-beda satu sama lain.
Dengan perkataan lain, sebagai pengatur atau pengelola konflik (conflict management) partai berperan sebagai sarana agregasi kepentingan (aggregation of interests)
yang menyalurkan ragam kepentingan yang berbeda-beda itu melalui
saluran kelembagaan politik partai. Karena itu, dalam kategori Yves Meny
dan Andrew Knapp, fungsi pengeloa konflik dapat dikaitkan dengan fungsi
integrasi partai politik. Partai mengagregasikan dan mengintegrasikan
beragam kepentingan itu dengan cara menyalurkannya dengan sebaik-baiknya
untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik kenegaraan.
Tags:
Pustaka
0 Komentar